Saat ini, harga pangan dunia sudah masuk dalam level berbahaya. Bahkan, di beberapa negara sudah menjadi ancaman bagi kehidupan sekitar 44 juta masyarakat miskin.
BANK Dunia mengungkapkan kondisi berbahaya sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2010. Namun beberapa upaya dilakukan oleh berbagai negara agar harga pangan bisa stabil. Tampaknya, upaya itu tidak membuahkan hasil yang maksimal. Hal itu diungkapkan Bank Dunia dalam jurnal Food Price Watch edisi terbaru, seperti dilansir stasiun berita BBC, Selasa (15/2/2011).
“Antara Oktober 2010 hingga Januari 211, terjadi kenaikan harga pangan di tingkat global yang mencapai rata-rata 15 persen,” tulis jurnal tersebut.
Bagi sebagian besar masyarakat miskin, terjadinya inflasi harga kebutuhan pokok itu terasa berat, karena harus mengeluarkan lebih dari setengah pendapatannya hanya untuk kebeutuhan pangan.
Karena itulah, Bank Dunia mengimbau kepada para pejabat keuangan negara-negara kelompok 20 (G20) untuk segera melakukan pembahasan mengenai harga pangan. Pekan ini negara-negara G20 akan bertemu di Prancis, termasuk Indonesia.
“Naiknya harga pangan dunia sudah masuk ke tingkat berbahaya. Ini mengancam puluhan juta kaum miskin di dunia,” kata Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick dalam jurnal tersebut.
Menurut Robert, tingginya harga pangan menjadi salah satu pemicu tidak stabilnya kondisi politik di kawasan Timur Tengah.
Meroketnya inflasi harga pangan yang terjadi sejah 2008 ibarat bom waktu yang terus mengancam dan menjadi pemicu berbagai kerusuhan di belahan dunia. “Saat itu, Bank Dunia sudah memprediksi tidak kurang dari 125 juta orang berada dalam kemiskinan ekstrem,” jelas Robert.
PBB juga sebelumnya sudah melontarkan peringatan bahwa indeks harga pangan dunia Januari lalu naik 3,4 persen menjadi 231 poin. Itu merupakan angka tertinggi sejak 1990, atau saat FAO mulai memantau harga pangan dunia. Naiknya indeks itu terjadi akibat melonjaknya harga sejumlah komoditas, seperti sereal (padi-padian), gula, dan minyak sayur.
“Sekali lagi, kondisi ini perlu segera dibahas oleh seluruh negara-negara dunia,” ujarnya.
 http://monitorindonesia.com