Oleh : Masduki Attamimi
Dalam hidup manusia, ada sedih dan senang, ada gelap dan terang, ada nestapa dan bahagia. Kebahagiaan menjadi dambaan semua manusia walau kebahagiaan itu bukan sesuatu yang eksak dalam perumusannya sebagaimana kenestapaan sebagai bentang luas untuk lebih menghargai kebahagiaan.
Sesuai hakikat manusia dan kemanusiaan di dunia, maka saling berbagi menjadi hal yang esensial dalam seluruh peradaban. Natal --satu kisah kelahiran Sang Juru Selamat, dari asal kata natal atau lahir-- menjadi satu momen untuk mengingatkan manusia akan betapa penting berbagi kebahagiaan itu.
Di Gereja Santo Ignatius Loyola, di Dusun Seminrejo, Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Romo Ignatius Suharyono, dalam homili (khotbah) misa natalnya mengimbau seluruh umat untuk berbagi kebahagiaan kepada sesama.
"Natal bisa diumpamakan seperti rumus matematika. Jika manusia berbagi kebahagiaan kepada sesama, maka kebahagiaan akan bertambah. Sedangkan jika manusia berbagi penderitaan kepada sesama saat mengalami kesulitan hidup, maka penderitaan akan berkurang," katanya.
Romo Ignatius Suharyono juga mengatakan sosok yang menjadi contoh dan teladan hidup adalah yang rela menderita menjelang kematiannya. Dalam kisah penyaliban Yesus Kristus di kayu salib seturut Alkitab, hal itu jelas diutarakan kepada mereka yang percaya.
Dalam implikasi keseharian, pada kesempatan itu dia juga menyinggung kondisi bangsa Indonesia yang masih berada dalam kegelapan dan kesengsaraan karena kasus-kasus besar korupsi.
Menurut dia, korupsi yang melanda Indonesia membuat bangsa ini seperti tidak memiliki masa depan yang cerah. "Kasus-kasus korupsi seakan tidak pernah berakhir, dan menimbulkan frustasi masyarakat. Sayangnya, pemimpin di negeri ini kurang peka," katanya.
Ia mengatakan, dalam banyak kondisi, bangsa Indonesia seringkali mendorong orang menggunakan jalan pintas dengan cara mengakhiri hidup. "Itu bukti bahwa masyarakat memiliki banyak beban, dan tidak sanggup mengatasi persoalannya, sehingga mengambil jalan pintas," katanya.
Oleh karena itu, para pengkhotbah dalam misa malam Natal mengajak umat memohon petunjuk kepada Tuhan untuk mengatasi persoalan hidup yang semakin berat.
Romo Antonius Amisani Kurniadi Pr dalam misa malam Natal di Gereja Katholik Maria Matherday, Desa Bonoharjo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, menyatakan hal serupa dalam dimensi berbeda. "Setiap ada masalah yang datang, sepatutnya memohon petunjuk kepada Tuhan, bukan menyembah kepada yang lain," katanya.
Ia mengatakan dengan tema perayaan Natal 2011 yakni "Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar", tersirat manusia memiliki pengharapan kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan saat ini.
"Kita memiliki pengharapan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang, dan karena itu, sepatutnya kita selalu berusaha dan memohon kepada Tuhan," kata dia.
Terkait pengharapan menjadi lebih baik pada masa akan datang itu jadi bahasan Romo Vincentius Hari Seno Prakosa SJ, dalam khotbahnya pada misa malam Natal di Gereja Santo Antonius, Kotabaru, Kota Yogyakarta.
Menurut dia, Natal yang merupakan perayaan kelahiran Yesus, menjadi pengharapan bagi mereka yang sedang berkesusahan, karena sebagian penduduk negeri ini masih dalam kondisi miskin yang ekstrem.
"Yesus lahir di tengah kaum papa dan menderita, bukan di tengah kemewahan, karena kelahiran-Nya memang untuk menyelamatkan mereka yang sedang berkesusahan," katanya.
Menurut dia, peristiwa Natal membangkitkan semangat dalam hidup dan sekaligus memanggil manusia untuk tetap mengupayakan kesejahteraan semua orang. "Kita juga dipanggil dan diutus untuk menjadi terang yang membawa pengharapan, dan terus bersama-sama mencari serta menemukan cara-cara yang efektif dan manusiawi untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama," katanya.
Nuansa Jawa
Misa malam Natal di sejumlah gereja di Provinsi DIY bernuansa Jawa. Ini menjadi nafas utama imaniah yang selalu berusaha menyelami nilai-nilai budaya setempat. Nuansa Jawa sangat kental terjadi di Gereja Santo Ignatius Loyola, di Dusun Seminrejo, Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul; seluruh personel panitia misa Natal menggunakan busana atau pakaian adat Jawa.
Menurut Ketua Wilayah Gereja Santo Ignatius Loyola, Satimin, semua prosesi misa Natal menggunakan adat Jawa dan berbahasa Jawa. "Ini dimaksudkan sebagai upaya melestarikan tradisi daerah," katanya.
Ia mengatakan hampir semua jemaat di gereja ini mengenakan batik saat mengikuti misa Natal. "Gereja ini rutin menggunakan adat Jawa dalam pelaksanaan misa hari besar umat Nasrani," kata Satimin. Nuansa Jawa mewarnai misa Natal sudah dimulai sejak sembilan tahun lalu, dengan tujuan melestarikan tradisi Jawa.
"Bahkan, dalam prosesi misa Natal yang berlangsung selama dua jam itu, diiringi seni karawitan gamelan Jawa, dan ada pementasan drama Natal dengan menggunakan bahasa Jawa," katanya.
Begitu pula di Gereja Katholik Maria Matherday, Desa Bonoharjo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, misa malam Natal yang diikuti sekitar 1.800 jemaat itu, prosesinya dengan menggunakan bahasa Jawa setempat. Bahasa Jawa sangat kaya latar, dialek, tingkatan, dan makna.
Pelaksanaan misa malam Natal di seluruh gereja di wilayah Provinsi DIY, umumnya lancar dan aman. Seperti di Gereja Santo Antonius, Kotabaru, Kota Yogyakarta, misa malam Natal berlangsung aman. Kegiatan ibadah di gereja ini mendapat pengamanan dari puluhan personel kepolisian serta dari berbagai organisasi masyarakat.
Begitu pula di Gereja Katholik Maria Matherday, Desa Bonoharjo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, sejumlah petugas dari Kepolisian Resor setempat, Polsek Sentolo, Kodim 0731 Kulon Progo, serta dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika berjaga-jaga mengamankan perayaan malam Natal. "Sampai saat ini, perayaan malam Natal aman, dan kondusif," kata Kepala Humas Polres Kulon Progo AKP Hendry Multi.
Menurut dia, untuk mengamankan pelaksanaan perayaan Natal di Kabupaten Kulon Progo, Polres setempat menerjunkan sedikitnya 200 personel yang ditempatkan di 31 gereja di seluruh wilayah kabupaten ini. "Kami menempatkan personel di setiap gereja, baik yang besar maupun yang kecil. Kami menjamin perayaan Natal 2011 aman," kata Hendry.
Klaus Pardosi/Sitinjaunews |