St. Levi Press, Jakarta, 02/10/11.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring didesak menindak tegas operator dan perusahaan konten provider nakal yang mengambil pulsa dengan cara ilegal. Provider nakal, yang biasa disebut tuyul pulsa (mencuri pulsa), ini menggunakan modus sebagai penyedia konten layanan servis pelanggan.
TINDAKAN provider nakal yang melakukan pemotongan pulsa menjadi aduan paling banyak yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dari pelanggan telekomunikasi sepanjang tahun lalu.
“Pengaduan soal ini menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan dengan rasio dari seluruh pengaduan,sebagai contoh utamanya adalah tiba-tiba datang kiriman SMS layanan konten empat digit, misalnya 9799, 3789, 7889, 3689, dan banyak lagi. Padahal, kita tidak pernah mendaftar (registrasi), tidak pernah ketik REG lalu kirim ke XXXX,” ujar Ketua Lingkar Studi Mahasiswa Jakarta, Al Akbar Rahmadillah, Kamis (29/9/2011).
Menurut Akbar, setiap mendapat satu SMS maka secara otomatis pulsa pun tersedot. Rata-rata besaran pulsa yang disedot itu berkisar Rp 2.000 atau kurang. Meski sudah minta pengiriman SMS dihentikan, namun operator kartu tidak peduli. SMS tetap dikirim terus. Apalagi, kalau pelanggan bersangkutan tidak mengetahui cara menghentikan aksi perampokan pulsa itu.
Dengan perhitungan harga per fitur Rp 500 hingga Rp 2.000 itulah, maka operator bisa meraup keuntungan yang mencapai Rp 100 triliun per tahun. Sedangkan, belanja modal yang dikeluarkan oprator seluler tahun lalu hanya Rp 18 triliun.
“Operator dengan jumlah terkecil saja bisa meraih keuntungan hingga Rp 300 juta per hari dari bisnis ini. Bisnis ini tergolong mudah, karena nomor pelanggan sudah disediakan oleh operator seluler,” terangnya.
93 persen pelanggan merupakan pengguna nomor seluler jenis prabayar atau isi ulang pulsa. Alhasil, pelanggan nomor ini tidak memiliki bukti pemotongan pulsa ketika mengeluh dan bahkan mengadukan ke pihak berwajib/polisi. Sehingga, bisnis ini tidak terbendung kendati keluhan masyarakat terus mengalir. Padahal, pemerintah sudah mengaturnya lewat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika 01/PER/M.KOMINFO/01/2009, khususnya pasal 13 ayat 1.
“Jelas dalam ketentuan peralihan peraturan itu, sanksi bagi operator yang curang. Tidak sekedar ganti rugi, tetapi juga jalur pidana,” tegasnya.
Sayangnya, sejauh ini belum pernah ada pencurian pulsa lewat konten SMS yang disidik polisi. Padahal, jelas semua kejadian ini adalah kesalahan dari operator yang memang harus bertanggung jawab. Kemenkoinfo seharusnya lebih intensif mengawasi telekomunikasi khususnya operator seluler.
sumber : http://monitorindonesia.com/?p=51456
Artikel Terkait: Kembalikan Pulsaku
Kementerian Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring didesak menindak tegas operator dan perusahaan konten provider nakal yang mengambil pulsa dengan cara ilegal. Provider nakal, yang biasa disebut tuyul pulsa (mencuri pulsa), ini menggunakan modus sebagai penyedia konten layanan servis pelanggan.
TINDAKAN provider nakal yang melakukan pemotongan pulsa menjadi aduan paling banyak yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dari pelanggan telekomunikasi sepanjang tahun lalu.
“Pengaduan soal ini menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan dengan rasio dari seluruh pengaduan,sebagai contoh utamanya adalah tiba-tiba datang kiriman SMS layanan konten empat digit, misalnya 9799, 3789, 7889, 3689, dan banyak lagi. Padahal, kita tidak pernah mendaftar (registrasi), tidak pernah ketik REG lalu kirim ke XXXX,” ujar Ketua Lingkar Studi Mahasiswa Jakarta, Al Akbar Rahmadillah, Kamis (29/9/2011).
Menurut Akbar, setiap mendapat satu SMS maka secara otomatis pulsa pun tersedot. Rata-rata besaran pulsa yang disedot itu berkisar Rp 2.000 atau kurang. Meski sudah minta pengiriman SMS dihentikan, namun operator kartu tidak peduli. SMS tetap dikirim terus. Apalagi, kalau pelanggan bersangkutan tidak mengetahui cara menghentikan aksi perampokan pulsa itu.
Dengan perhitungan harga per fitur Rp 500 hingga Rp 2.000 itulah, maka operator bisa meraup keuntungan yang mencapai Rp 100 triliun per tahun. Sedangkan, belanja modal yang dikeluarkan oprator seluler tahun lalu hanya Rp 18 triliun.
“Operator dengan jumlah terkecil saja bisa meraih keuntungan hingga Rp 300 juta per hari dari bisnis ini. Bisnis ini tergolong mudah, karena nomor pelanggan sudah disediakan oleh operator seluler,” terangnya.
93 persen pelanggan merupakan pengguna nomor seluler jenis prabayar atau isi ulang pulsa. Alhasil, pelanggan nomor ini tidak memiliki bukti pemotongan pulsa ketika mengeluh dan bahkan mengadukan ke pihak berwajib/polisi. Sehingga, bisnis ini tidak terbendung kendati keluhan masyarakat terus mengalir. Padahal, pemerintah sudah mengaturnya lewat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika 01/PER/M.KOMINFO/01/2009, khususnya pasal 13 ayat 1.
“Jelas dalam ketentuan peralihan peraturan itu, sanksi bagi operator yang curang. Tidak sekedar ganti rugi, tetapi juga jalur pidana,” tegasnya.
Sayangnya, sejauh ini belum pernah ada pencurian pulsa lewat konten SMS yang disidik polisi. Padahal, jelas semua kejadian ini adalah kesalahan dari operator yang memang harus bertanggung jawab. Kemenkoinfo seharusnya lebih intensif mengawasi telekomunikasi khususnya operator seluler.
sumber : http://monitorindonesia.com/?p=51456
Artikel Terkait: Kembalikan Pulsaku