18 November 2011
Negara Barat Persulit Industri Sawit Tanah Air
Posted on 21.14 by Unknown
Bandung, St.Levi Press.
"Tantangan terbesar Industri Sawit tanah air belakangan mengalami tekanan serius dengan adanya anggapan bahwa industri ini merusak lingkungan."
Isu perusakan lingkungan digelontorkan agar industri sawit tanah air sulit berkembang demikian diungkapkan Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa, Pihak barat selalu menghembuskan kampanye hitam anti perusakan lingkungan baik melalui kelompok pecinta alam Green Peace maupun lembaga lainnya yang menjadi sasaran kampanyenya membatasi penanaman sawit.
Biaya Oportuniti
"Pada saat menanam sama dengan investasi, pasti kan ada minusnya. Gali, tanam, supaya gembur. Sama seperti investasi minus dong, tidak ada orang investasi yang nggak minus. Tapi, 30 tahun ke depan (kelapa sawit) ini akan menyerap Co2 (karbondioksida) dan mengembalikannya dalam bentuk oksigen," ucap Santosa kepada St.levi Press usai menghadiri acara workshop wartawan pasar modal, di Bandung, Jumat (18/11/2011). Pertumbuhan penduduk dunia akan mengakibatkan permintaan akan CPO secara linier sehingga menciptakan ladang baru merupakan jalan keluar terbaik yang tentunya dengan keputusan tertimbang. Menciptakan ladang baru bukanlah secara ekstrim merusak lingkungan secara jangka panjang, kontribusi tanaman hutan terhadap kehidupan tergantikan dalam waktu relatif singkat sampai pohon sawit kembali menghijau, dalam proses memenuhi kebutuhan akan CPO (crude palm oil) tentunya ada biaya oportunitis yang harus dibayarkan.Disatu sisi pemerintah mendapatkan pertambahan pajak dan pasar tenaga kerja mendapatkan lapangan kerja baru namun perambahan lahan mustahil dapat dihindari.
"Jadi, kalau 5 juta incremental demand itu harus dipenuhi oleh kelapa sawit, maka seluruh dunia itu minimal setiap tahun (menanam kelapa sawit) satu juta hektar," tambah dia.
Tetapi, terang dia, penanaman tertinggi yang pernah dilakukan di seluruh dunia itu hanya 750 ribu hektar per tahun.
"Jadi, kalau growth penduduk dunia sama dengan 10 tahun terakhir, which is tidak mungkin kan, jumlah jiwa saja sudah 7 miliar (sekarang). Maka, setiap tahun itu di dunia ini harus ada satu juta hektar lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," kata Santosa.
Konversi Sawit Koloni Ekonomi Barat
Ia menuturkan, produktivitas ketiga komoditi pertanian itu hanya 0,5 ton per hektar, atau hanya sepersepuluh dari kelapa sawit. Santosa menuturkan, ada ketakutan dari negara maju jika pelaku industri di Indonesia terus menambah lahan. Karena memang, kata dia, dibutuhkan penambahan sepuluh kali lipat dari yang ada sekarang.
Negara barat senantiasa akan berusaha mengkerdilkan perkembangan industri sawit baik langsung maupun jalur diplomatik mengingat negara barat tidak akan mau menggantungkan kebutuhan komoditas sawitnya pada negara ketiga termasuk Indonesia. Konversi sawit akan menjadi koloni baru negara barat setelah sawit tergantikan dengan seperti rape seed, bunga matahari, dan soy bean sedangkan sawit negara tsb masih saja bertengger pada produktivitas tinggi dan melakukan kontrol harga dan distribusi terhadap sawit dunia. Isu Lingkungan Hidup bukanlah senanatiasa selalu benar dalam pandangan kepentingan ekonomi. GreenPeace menjadi andalan utama negara barat menggalang opini kerusakan lingkungan hidup dengan membawa misi kepentingan ekonomi di dalamnya, gerakan penggiat lingkungan hidup ini patut dan perlu dipertanyakan kepentingannya dalam isu ini'--pemerintah Indonesia patut mencontoh negara Brazil yang sudah mengusir GreenPeace dari wilayah kedaulatan negara itu sebab terlalu mencampuri urusan dalam negeri mereka.
klaus pardosi
redaktur ekonomi St.levi Press
"Tantangan terbesar Industri Sawit tanah air belakangan mengalami tekanan serius dengan adanya anggapan bahwa industri ini merusak lingkungan."
Isu perusakan lingkungan digelontorkan agar industri sawit tanah air sulit berkembang demikian diungkapkan Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa, Pihak barat selalu menghembuskan kampanye hitam anti perusakan lingkungan baik melalui kelompok pecinta alam Green Peace maupun lembaga lainnya yang menjadi sasaran kampanyenya membatasi penanaman sawit.
Biaya Oportuniti
"Pada saat menanam sama dengan investasi, pasti kan ada minusnya. Gali, tanam, supaya gembur. Sama seperti investasi minus dong, tidak ada orang investasi yang nggak minus. Tapi, 30 tahun ke depan (kelapa sawit) ini akan menyerap Co2 (karbondioksida) dan mengembalikannya dalam bentuk oksigen," ucap Santosa kepada St.levi Press usai menghadiri acara workshop wartawan pasar modal, di Bandung, Jumat (18/11/2011). Pertumbuhan penduduk dunia akan mengakibatkan permintaan akan CPO secara linier sehingga menciptakan ladang baru merupakan jalan keluar terbaik yang tentunya dengan keputusan tertimbang. Menciptakan ladang baru bukanlah secara ekstrim merusak lingkungan secara jangka panjang, kontribusi tanaman hutan terhadap kehidupan tergantikan dalam waktu relatif singkat sampai pohon sawit kembali menghijau, dalam proses memenuhi kebutuhan akan CPO (crude palm oil) tentunya ada biaya oportunitis yang harus dibayarkan.Disatu sisi pemerintah mendapatkan pertambahan pajak dan pasar tenaga kerja mendapatkan lapangan kerja baru namun perambahan lahan mustahil dapat dihindari.
"Jadi, kalau 5 juta incremental demand itu harus dipenuhi oleh kelapa sawit, maka seluruh dunia itu minimal setiap tahun (menanam kelapa sawit) satu juta hektar," tambah dia.
Tetapi, terang dia, penanaman tertinggi yang pernah dilakukan di seluruh dunia itu hanya 750 ribu hektar per tahun.
"Jadi, kalau growth penduduk dunia sama dengan 10 tahun terakhir, which is tidak mungkin kan, jumlah jiwa saja sudah 7 miliar (sekarang). Maka, setiap tahun itu di dunia ini harus ada satu juta hektar lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," kata Santosa.
Konversi Sawit Koloni Ekonomi Barat
Ia menuturkan, produktivitas ketiga komoditi pertanian itu hanya 0,5 ton per hektar, atau hanya sepersepuluh dari kelapa sawit. Santosa menuturkan, ada ketakutan dari negara maju jika pelaku industri di Indonesia terus menambah lahan. Karena memang, kata dia, dibutuhkan penambahan sepuluh kali lipat dari yang ada sekarang.
Negara barat senantiasa akan berusaha mengkerdilkan perkembangan industri sawit baik langsung maupun jalur diplomatik mengingat negara barat tidak akan mau menggantungkan kebutuhan komoditas sawitnya pada negara ketiga termasuk Indonesia. Konversi sawit akan menjadi koloni baru negara barat setelah sawit tergantikan dengan seperti rape seed, bunga matahari, dan soy bean sedangkan sawit negara tsb masih saja bertengger pada produktivitas tinggi dan melakukan kontrol harga dan distribusi terhadap sawit dunia. Isu Lingkungan Hidup bukanlah senanatiasa selalu benar dalam pandangan kepentingan ekonomi. GreenPeace menjadi andalan utama negara barat menggalang opini kerusakan lingkungan hidup dengan membawa misi kepentingan ekonomi di dalamnya, gerakan penggiat lingkungan hidup ini patut dan perlu dipertanyakan kepentingannya dalam isu ini'--pemerintah Indonesia patut mencontoh negara Brazil yang sudah mengusir GreenPeace dari wilayah kedaulatan negara itu sebab terlalu mencampuri urusan dalam negeri mereka.
klaus pardosi
redaktur ekonomi St.levi Press
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
- alexa (2)
- ekonomi (28)
- google (3)
- greenpeace (5)
- iptek (21)
- Kolom pengaduan (3)
- kriminal (6)
- liburan natal 2008 (1)
- Musik (10)
- nasional (30)
- olah-raga (16)
- parsoburan (1)
- perbankan (1)
- pilkada dki (16)
- politik (76)
- rs carolus (3)
- selebritas (37)
No Response to "Negara Barat Persulit Industri Sawit Tanah Air"
Leave A Reply